Rabu, 14 September 2016

Tugas Geomorfologi



MAKALAH

GEOMORFOLOGI DASAR
( PENGERTIAN, SEJARAH DAN ARTI PENTING GEOMORFOLOGI )



OLEH :
YEMIMA OTOLUWA
451 416 012
KELAS A



UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN ILMU DAN TEKNOLOGI KEBUMIAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GEOGRAFI
TAHUN 2016



  • PENGERTIAN GEOMORFOLOGI
Geomorfologi adalah ilmu yang mempelajari tentang bentuk permukaan bumi dan perubahan-perubahan yang terjadi pada bumi itu sendiri. Geomorfologi biasanya diterjemahkan sebagai ilmu bentang alam. Mula-mula orang memakai kata fisiografi untuk ilmu yang mempelajari tetang ilmu bumi ini, hal ini dibuktikan pada orang-orang di Eropa menyebut fisiografi sebagai ilmu yang mempelajari rangkuman tentang iklim, meteorologi, oceanografi, dan geografi. Akan tetapi orang, terutama di Amerika, tidak begitu sependapat untuk memakai kata ini dalam bidang ilmu yang hanya mempelajari ilmu bumi saja dan lebih erat hubungannya dengan geologi. Mereka lebih cenderung untuk memakai kata geomorfologi.

  • SEJARAH GEOMORFOLOGI
Geomorfologi sejak awal abad 19 telah dikenal di negara-negara berkembang dan sebagai disiplin akademik kira-kira muncul sebelum abad ke 17. Perkembangan yang pesat dari geomorfologi terjadi pada awal abad ke 20 di negara-negara berkembang, sedangkan di Indonesia geomorfologi baru dikenal pada awal abad ke 20. Awal perkembangannya geomorfologi lebih bersifat akademik, sebagai ilmu pendukung geografi dan geologi, tetapi dalam dasawarsa terakhir ini geomorfologi mulai dirasakan arti pentingnya dalam pembangunan maupun dalam pengelolaan lingkungan hidup. Geomorfologi yang kita pelajari seperti saat sekarang ini telah melalui pengalaman panjang dalam membangun konsep dasar dan metodologinya. Ada 5 fase perkembangan geomorfologi yang dapat ditelusuri, yang masing-masing uraiannya adalah sebagai berikut:
1). Fase pertama (sebelum abad ke 17)
Fase ini merupakan fase peletak dasar pemikiran geologi dan geomorfologi yang telah dimulai lima abad sebelum Masehi (Thornbury, 1954). Pandangan kuno yang terkait dengan geologi dan geomorfologi seperti dikemukakan oleh Herodutus (485-425 SM), Aristotle (384-322 SM), Strabo (54 SM – 25 M) dan Senecca (- SM – 65 M). Herodutus, mengamati penimbunan geluh (loam) dan lempung (clay) oleh S. Nil, sehingga memberikan julukan “Mesir adalah pemberian S. Nil”. Pandangan Herodutus yang lain adalah perbukitan di Mesir yang mengandung kerang, pada masa lampau pernah di bawah permukaan laut.
Aristotle, berpandangan bahwa air yang keluar dari mata air itu berasal dari air hujan yang mengalami perkolasi ke bawah permukan tanah; air yang ada di dalam bumi berasal dari kondensasi di udara yang masuk ke permukaan bumi, dan air yang berada di dalam bumi menguap dengan berbagai jalan. Strabo, mengamati dan mencatat adanya penenggelaman lokal dan munculnya daratan. Strabo berpendapat bahwa “Vale of Tompe” merupakan basil gempa bumi, selain itu juga mengatakan bahwa G. Vesuvius adalah gunungapi, meskipun semasa hidupnya gunungapi tersebut belum pernah meletus. Pandangan Strabo yang lain adalah bahwa delta dari sungai bervariasi menurut daerah aliran sungainya; delta yang besar terbentuk bila daerah yang dialiri luas dan batuannya lemah, dan pembentukan delta terpengaruh oleh pasang surut dan aliran sungai.
Seneca, mengenal gempa bumi lokal alami, tetapi masih menganggap bahwa gempa bumi terjadi sebagai akibat bencana internal dari angin daratan. Seneca juga beranggapan bahwa air hujan cukup untuk mengisi sungai-sungai, dan juga berpandangan bahwa tenaga aliran sungai dapat mengikis lembah-lembahnya.
Avicenna (Ibnu Sina, 987-1037) berpandangan bahwa asal mula pegunungan dapat dibedakan menjadi dua kelompok yaitu pengangkatan seperti yang terjadi oleh gempa bumi, dan oleh pengaruh air yang mengalir dan embusan angin yang membentuk lembah­lembah pada batuan lunak. Leonardo da Vinci (1452-15190) berpandangan bahwa lembah terkikis oleh sungai dan sungai tersebut mengangkut material dari suatu tempat di permukaan bumi dan mengendapkannya di mana saja.
Dalam fase pertama ini sebagian besar pandangan memberikan teori dasar terutama tentang proses berdasarkan pengamatan lokal, dan berusaha memberikan penjelasan bagaimanakah suatu fenomena alam tersebut terjadi. Pada fase ini ilmu geomorfologi belum muncul, tetapi pandangan-pandangan yang dikemukakan sebagian masih relevan dengan konsep yang berlaku hingga saat ini.

2). Fase kedua (Abad 17 dan 18).
Pada fase ini ada dua konsep yang menonjol, yaitu konsep katastrofisme dan konsep uniformitarianisme (King, 1976). Konsep katastrofisme dikemukakan oleh Abraham Kitlob Wenner (1979-1817). Konsep tersebut muncul atas dasar pengamatan Wenner pada strata batuan yang ternyata setiap stratum (lapisan) memiliki sifat yang khas. Hasil pengamatan tersebut diformulasikan menjadi konsep lahirnya bumi yang berasal dari basin lautan yang besar. Wenner berpandangan bahwa setiap stratum batuan terjadi pads suatu dasar tubuh perairan yang luas kemudian mengendapkan sedimennya di atas stratum yang ada sebelumnya. Material yang lebih mampat terendapkan oleh larutan yang pekat/kental. Pada waktu material secara berangsur-angsur diendapkan, laut secara berangsur-angsur menyusut sehingga terbentuk daerah yang sekarang ini. Pandangan Wenner lain yang terkait dengan konsep dasar geomorfologi adalah:
1.     batuan dasar yang berupa batuan granit tidak berfosil;
2.     setiap gradien sungai akan mencapai tingkat keseimbangan, dan gradien sungai merupakan fungsi dari kecepatan, debit dan muatan sedimen;
3.     seluruh sistem sungai merupakan suatu sistem yang terintegrasi.
3). Fase Ketiga (Awal abad 19).
Pada fase ke tiga dari perkembangan geomorfologi ada tiga tokoh yang terkenal yaitu: Sir Charles Lyell (1797-1875), Dean William Buckland (1784-18560 dan Louis Agassiz (1807-1873).
Lyell sebenarnya lebih antusias dalam geologi daripada ke geomorfologi, dengan bukti karyanya yang berjudul “Principle of Geology”. Sumbangan pemikirannya dalam geomorfologi adalah tentang perkembangan bentuklahan yang lambat bahkan melebihi waktu geologi. Meskipun Lyell banyak mengadakan pengamatan terhadap muatan suspensi, debit dan peubah-peubah lainnya, tetapi memberikan suatu konsep yang mendasar. Dalam pengamatannya terhadap gletser (es), Lyell tidak mempercayai kapasitas daya angkutnya dalam memindahkan bongkah dan endapan gletser. Buckland, sangat setuju dengan siklus hidrologi, akan tetapi tidak begitu mengerti mengapa sungai dapat membentuk lembahnya sendiri. Buah fikiran Buckland yang lain adalah:
1.     relief merupakan basil dari struktur geologi dan bukan oleh proses erosi;
2.     material yang terangkut dari hulu dan melalui lembah sungai akan terendapkan di laut;
3.     pasang surut merupakan tenaga utama dalam transportasi material di bawah permukaan air laut.
Agassiz, terkenal dengan teori glasialnya, bersama-sama dengan Buckland mengadakan perjalanan ke Swiss. Mereka mengadakan pengamatan terhadap pantai dasar glasial, yang akhirnya menghasilkan formulasi tentang struktur endapan glasial, endapan “till “, karakteristik “moraine”, striasi dan gravel glasial.

4). Fase ke empat (Akhir abad 19).
Pada fase ke empat ini paling tidak ada lima tokoh yang terkenal, yaitu: Sir Andrew Ramsey; G.K. Gilbert; J.W. Powell; C.G. Greenwood dan J.B. Jukes. Sumbangan fikiran Ramsey (1814-1891) dalam geomorfologi terutama dalam proses glasial. Pendapat penting dari Ramsey, antara lain:
1.     ada hubungan penting antara teori glasial dengan teori fluvial; terutama untuk mengetahui tenaga gletser untuk mengerosi;
2.     kejadian danau di daerah bergletser tidak dapat dijelaskan dengan proses fluvial, tetapi dapat dijelaskan dengan proses glasial;
3.     tenaga erosi dari gletser terutama terdapat pads bagian bawah;
4.     ada hubungan antara retakan/lenturan dengan arah sungai.
Powell (1834-1902) banyak memberikan konsep dasar dalam geomorfologi, antara lain :
1.     prinsip dari “base level” yang menyatakan bahwa “base level” akhir adalah permukaan air laut;
2.     proses erosi itu memiliki potensi relatif;
3.     mengusulkan dua klasifikasi lembah sungai, yaitu atas dasar hubungan antara strata lembah daerah yang dilalui dan klasifikasi lembah menurut genetiknya.
Gilbert (1843-1918), memberikan dasar-dasar geomorfologi yang hingga kini masih digunakan. Gilbert terkenal sebagai penulis metode ilmiah dan memformulasikan pemikiran-pemikiran induktif dan deduktif dalam analisis geomorfik. Konsep-konsep geomorfologis yang dikemukakan Gilbert, antara lain:
1.     teori “grade” yang menunjukkan adanya suatu rangkaian hubungan antara proses dan kenampakan, yang kemudian diasosiasikan dengan konsep penyesuaian dinamis;
2.     pengangkutan material di sungai meliputi pengangkutan material hasil erosi, erosi dasar sungai dan pengurangan ukuran material dasar oleh proses gesekan/benturan;
3.     lereng merupakan faktor yang sangat berpengaruh terhadap transportasi material oleh air;
4.     bertambahnya debit (luah) akan menyebabkan meningkatnya kecepatan aliran yang selanjutnya memperbesar kecepatan pengangkutan;
5.     dalam penyelidikan komponen fisikal hams dilandasi dengan formulasi teori­teori.
Greenwood (1793-1875) adalah pendukung Hutton dan Playfair. Konsep yang dikemukakan oleh Greenwood adalah:
1.     proses denudasi di suatu lahan dapat dijelaskan dengan hujan dan sungai; air huj an yang jatuh di permukaan bumi membawa material halus di sepanjang lereng membentuk alur-alur dan akhirnya membentuk sungai-sungai kecil;
2.     lembah dan lereng merupakan suatu sistem yang terintegrasi.
Jukes (1811-1869), mengemukakan pandangannya bahwa erosi marin tidak dapat membentuk lembah. Jukes adalah orang pertama yang mengidentifikasikan peranan vegetasi dalam pembentukan bentukahan.

5). Fase ke lima (Awal abad 20)
Dalam fase lima ini tokoh yang paling terkenal adalah William Moris Davis (1850-1934). Teori yang pertama dikemukakan adalah “Siklus Geomorfik” yang diterbitkan tahun 1889 dalam makalahnya yang berjudul “The rivers and valleys in Pennsylvania”. Dalam siklus geomorfik tersebut disebutkan bahwa semua bentuklahan akan berkembang menurut tiga stadium, yaitu : stadium muda, dewasa, dan tua. Konsep Davis lainnya yang terkenal adalah trilogi. Konsep trilogi tersebut menjelaskan bahwa bentukahan ditentukan oleh struktur, proses dan stadium.
Walther Penk dalam tahun 1920 dan 1930 mengemukakan keberatannya terhadap teori Davis. Perbedaannya terletak pada pandangannya terhadap perkembangan bentuklahan. Menurut Penck perkembangan bentanglahan tergantung oleh pengaruh tektonik yang aktif dan iklim. Akhirnya Penck menyadari bahwa pendekatan yang dilakukannya bersifat geologis, sedangkan pendekatan Davis lebih bersifat geografis.
Setelah periode Davis dan Penck banyak buku teks geomorfologi yang terbit, akan tetapi hingga tahun 1960 (an) sebagian besar masih mengikuti konsep Davis, antara lain: Lobeck (1939), Thornbury (1954), Wooldridge (1959) dan Spark (1960). Setelah tahun 1960 (an) buku-buku teks geomorfologi dapat dikelompokkan menjadi empat atas dasar pokok bahasannya sebagai berikut.
1.     Kelompok topikal, yaitu yang menekankan pada salah satu aspek geomorfologi seperti proses pelapukan (Oilier, 1969), proses fluvial (Leopold, et al, 1964), Morisawa, 1968 dan Richard, 1982); gunungapi (Olier, 1969) dan pantai (Pethick, 1979)
2.     Kelompok metode dan tehnik penelitian dalam geomorfologi seperti King dan Goudie (1981, 1990), Dackombe (1983) dan Verstappen (1976);
3.     Kelompok pemetaan, yaitu yang menekankan pada tehnik pemetaan morfologi dan geomorfologi, seperti Verstappen dan Van Zuidam (1966, 1979), Klimmaszeski (1978), Demek (19780 dan Dorses dan Salome (1973);
4.     Kelompok terapan, yaitu yang menekankan pada terapan geomorfologi untuk berbagai tujuan seperti dalam bidang evaluasi lahan, kerekayasaan, konservasi lahan, evaluasi sumberdaya material dan dalam      bidang lingkungan, seperti Van Zuidam, et al., (1979), Cooke, et al., (1974, 1982), Verstappen (1983), Maitor Pesci (1985), Hooke (1988), Viles dan Spencer, 1995, Panizza (1996) dan Oya, 2001. 
Dalam buku-buku teks geomorfologi setelah tahun 1960-an analisis geomorfologis sudah ada kecenderungan ke analisis kuantitatif. Hal tersebut dimungkinkan oleh kemajuan teknologi dalam membuat instrumen yang lebih praktis dan lebih teliti. Dalam bukunya Leopold et al., (1960) yang berjudul “Fluvial Processes in Geomorphology” banyak menyajikan data debit yang dikaitkan dengan parameter lembah sungai dan besar muatan sedimen, King (1960), Goudie (1986) dan Dackombe (1983) memberikan petunjuk praktis dalam mengukur, mengklasifikasikan aspek geomorfologi secara mendalam, termasuk analisis material batuan penyusun. Metode pemetaan geomorfologi yang semula banyak dikerjakan secara terestrial, setelah periode tahun 1960-an mulai memanfaatkan foto udara dan atau citra penginderaan jauh yang lain, bahkan pads dasawarsa terakhir ini pemetaan geomorfologi tanpa menggunakan tehnik penginderaan jauh dirasa kurang memadai.

  • ARTI PENTING GEOMORFOLOGI
Di dalam rangkaian mempelajari geomorfologi berturut-turut akan diuraikan mengenai konsep dasar geomorfologi, proses geomorfologi, tenaga geomorfologi dan bentuk lahan akibat proses geomorfologi yang disebabkan oleh tenaga geomorfologi tertentu.
Permukaan bumi selalu mengalami perubahan bentuk dari waktu kewaktu sebagai akibat proses geomorfologi, baik yang berasal dari dalam bumi (endogen) maupun proses geomorfologi yang berasal dari luar bumi (eksogen). Proses yang berasal dari dalam bumi dapat dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu : (a) diastrofisme dan (b) volkanisme. Diastrofisme terdiri atas tenaga epirogenesa dan orogenesa. Tenaga epirogenesa merupakan proses pengangkatan kerak bumi dalam wilayah yang sangat luas dengan kecepatan relative lambat, misalnya pengangkatan benua, sedangkan tenaga orogenesa merupakan pengangkatan pada daerah yang relatif sempit dalam waktu relatif singkat, misalnya pembentukan pegunungan lipatan. Proses endogen tersebut sangat berpengaruh terhadap pembentukan struktur geologi antara lain berupa : struktur horizontal, lipatan, sesar atau blok, struktur volkan, dan pegunungan kompleks.
Telah disebutkan di muka bahwa permukaan bumi selalu mengalmi perubahan sebagai akibat terus menerus berlangsungnya proses-proses baik dari dalam bumi maupun proses yang berasal dari permukaan bumi. Proses endogen termasuk kegiatan kegunung apian dan proses-proses pembentukan perbukitan dan pegunungan (diasreopisma) akan mengakibatkan perubahan bentuk permukaan bumi karena aktivitas gunung api, tektonik, maupin gempa bumi. Aktivitas tersebut menghasilkan struktur geologi maupun geomorfologi permukaan bumi. Berdasarkan struktur geologisnya kita kenal struktur horizontal (dataran dan plato), dan struktur miring (dome, lipatan, sesar, serta gunung api).
Proses eksogen berlangsung pada permukaan bumi dan tenaganya berasal dari luar kulit bumi. Tenaga yang bekerja disebut tenaga geomorfologi, yaitu semua medium alami yang mampu mengikis dan mengangkut material di permukaan bumi. Tenaga ini dapat berupa : air mengalir, gletser, air tanah, gelombang dan arus laut, tsunami dan angina. Berdasarkan proses yang bekerja pada permukaan bumi dikenal proses : fluvial, marin, eolin, dan proses glasial. Akibat bekerjanya proses tersebut maka terjadilah proses gradasi, yang dapat dibedakan menjadi degradasi dan agradasi. Proses degradasi cenderung menyebabkan penurunan permukaan bumi, sedangkan proses agradasi menyebabkan penaikan permukaan bumi menuju level umu (common level). Pada proses degradasi didalamnya terjadi tercakup proses yang diawali oleh proses pelapukan, kemudian proses gerak massa batuan dan erosi. Berlangsungnya proses eksogen tersebut dipengaruhi oleh faktor geologis, (mencakup jenis batuan, sikap perlapisan, dan kedudukan batuan atau struktur geologi), iklim, topografi, vegetasi, dan tanah.
Studi geomorfologi merupakan studi yang menitik beratkan pada bentuk lahan penyusun konfigurasi permukaan bumi. Telah disebutkan sebelumnya bahwa konfigurasi permukaan bumi adalah merupakan pencerminan dari interaksi proses endogen dan eksogen. Konfigurasi permukaan bumi yang dibentuk oleh proses-proses endogen merupakan unit geomorfologi yang bersifat konstruksional yang dipengaruhi oleh faktor-faktor geologi dan topografi.
Bentang lahan merupakan suatu wilayah yang mempunyai karakteristik tertentu, dalam hal: bentuklahan, tanah, vegetasi, dan pengaruh manusia (Vink, 1983). Bentang lahan mencakup bentukan alami dan non alami, atau budaya. Bentuk lahan merupakan bagian dari permukaan bumi yang mempunyai bentuk khas sebagai akibat dari proses dan struktur batuan selama periode tertentu. Oleh karena itu keberadaannya ditentukan oleh faktor: topografi, struktur geologi/batuan dan proses eksogenetik, sehingga termasuk bantukan hasil proses destruktif. Bentuk lahan merupakan salah satu sumber data yang dapat digunakan untuk mengkaji potensi wilayah, khususnya terhadap sumberdaya alami.

Hasil Proses yang Terjadi di Bumi
Hasil proses ini meliputi :
1.     Tanah (soil) dan batuan (rocks)
2.     Bentuklahan (landforms dan landscapes)
3.     Mineral sekunder
4.     Struktur geologi
5.     Lipatan (Folds)
1.     Kekar (Joints)
2.     Sesar (Faults)
3.     Ketidakselarasan (Unconformities)
Adapun dasar Klasifikasi Bentuklahan dapat diuraikan sebagai berikut :
Dalam skala kecil bisa dilihat dari Globe bumi. Relief diatas permukaan bumi disebut “Benua”, dan dibawah muka air laut disebut “Ledok Sautan”. Bentang relief tersebut dinamakan “BENTANG RELIEF ORDE I”.
Benua, pada benua tersebut dapat tersusun dari relief yang beda tingginya besar disebut dengan perbukitan atau pegunungan. Bentang relief tersebut dinamakan dengan “BENTANG RELIEF ORDE II”.
Kesamaan hasil kerja proses-prosesm dari tenaga yang berasal dari luar dari luar disebut dengan “BENTANG RELIEF ORDE III”.
Klasifikasi bentuklahan didasarkan pada : genesis, proses, dan batuan, (Verstappen, 1985).

            Satuan bentuklahan berdasarkan berdasarkan genesanya, yaitu :
1. Bentuklahan Bentukan Asal Volkanis,
            Bentuklahan yang terjadi karena berbagai fenomena yang terjadi berkaitan dengan pergerakan magma yang naik ke permukaan bumi.
Contohnya :
  • Volkanisme (Kegunungapian)
  • Volcanoes (Gunung api)
  • Erupsi
  • Lava
  • Piroklastik
 2. Bentuklahan Bentukan Asal Struktural
            Bentuklahan terbentuk karena adanya proses endogen. Proses ini meliputi, pengangkatan, penurunan, dan pelipatan kerak bumi sehingga terbentuk struktur geologi yaitu, lipatan dan patahan. Yang meliputi :
  • Dip (sudut)
  • Strike (jurus)
  • Dip slope
  • Face slope (dinding terjal)
  • Scarp
 3. Bentuklahan Bentukan Asal Proses Denudasional
            Proses ini dimaksudkan besarnya material permukaan bumi yang terlepas dan terangkut oleh berbagai tenaga geomorfologi persatuan luas dalam waktu tertentu. Proses tersebut berupa erosi dan gerak massa batuan.

 4. Bentuklahan Bentukan Asal Proses Fluvial
     Bentuklahan ini berhubungan dengan daerah penimbunan (sedimentasi), bentuklahan yang disebabkan oleh proses fluvial adalah bentuklahan yang terjadi akibat proses air mengalir baik yang memusat (sungai) maupun oleh aliran permukaan bebas (overland view). Ketiga aktivitas sungai maupun aliran permukaan bebas tersebut mencakup :
  • Erosi
  • Transportasi
  • Deposisi/sedimentasi
 5. Bentuklahan bentukan Asal Proses Marin
            Bentuklahan yang terjadi pada daerah pesisir, proses tektonik masa lampau, erupsi gunung berapi, perubahan muka air laut.
            Daerah pesisir merupakan daerah pantai dan sekitarnya yang masih terkena pengaruh langsung dari aktifitas marin. Daerah marin dapat dikelompokkan kedalam 4 macam:
  • Pesisir bertebing terjal (cliff)
  • Pesisir bergisik (sand beach)
  • Pesisir berawa payau (swampy beach)
  • Terumbu karang
   Secara garis besar perkembangan pesisir secara alami dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu: pertambahan daratan, dan penyusutan daratan.

  6. Bentuklahan Bentukan Asal Proses Angin (aeolian)
 Bentuk lahan yang terbentuk dari proses erosi dan sedimentasi oleh angin. Contohnya : Gumuk Pasir.

  7. Bentuklahan Bentukan Asal Proses Pelarutan
Bentuk lahan ini terbentuk pada daerah-daerah yang terdiri dari batu gamping yang mengalami  pelapukan. Contohnya plato karst, perbukitan karst, dan lain-lain.

  8. Bentuklahan Bentukan Asal Proses Organik
Bentuklahan bentukan asal organik antara lain terumbu karang (coral reef), pesisir bakau (mangrove coast), dan rancah gambut (pit bog).

   9. Bentuklahan Bentukan Asal Proses Glasial
Bentuklahan bentukan Glasial disebabkan oleh pencairan es/salju yang pada umunya terdapat di daerah lintang tinggi maupun tempat-tempat yang mempunyai elevasi tinggi dari permukaan laut.
  







Tidak ada komentar:

Posting Komentar